Seni membaca Buku : Belajar Mencintai Buku dari Bung Karno dan Bung Hatta

Seni membaca buku merupakan aktivitas kerja intelektual, hal ini dilakukan oleh orang-orang besar, maka tak salah bila ada ungkapan, “membaca buku mendekatkanmu dengan orang-orang besar.” Karena membaca buku kita didekatkan dengan

orang-orang hebat dan gagasan yang menakjubkan. Selain didekatkan dengan orang-orang besar, baik penulis dan orang yang terlibat di balik terbitnya sebuah buku, ternyata membaca buku terdapat sesuatu yang mungkin tidak kita sadari.

Hal ini dijelaskan oleh Mortimer J. Adler dan Charles Van Doren dalam buku How to A Read Book: The Classic Guide To Intelligent Reading (1972) , bahwa membaca buku merupakan seni belajar (the art of learning), dari belajar inilah pemahaman menjadi tujuan.

Dalam How To A Read Book mengatakan bahwa buku adalah sebuah upaya belajar tanpa guru, namun perlu menuju taraf pemahaman yang signifikan. Oleh karena itu Mortimer J. Adler mengklasifikasi pembaca dengan berbagai tujuan, menjadi tiga :

1.     Membaca untuk Informasi

2.     Membaca untuk Hiburan

3.     Membaca untuk Pemahaman

Yang dimaksud dengan membaca untuk informasi itu seperti kita membaca sesuatu peristiwa yang sudah terjadi di koran atau  website berita, dan membaca untuk mengisi waktu luang maka yang terjadi proses membaca itu adalah untuk hiburan. Dengan tegas, Mortimer J. Adler menyebutkan bahwa tidak semua buku yang bagus bisa dibaca utuk hiburan atau sekedar menambah informasi walaupun menuju proses pemahaman, tapi tidak bisa bila buku yang bagus sekedar untuk mengisi waktu luang melainkan pemahaman menjadi tujuan.

Membaca untuk pemahaman terdapat seni membaca (the art of reading ) dengan usaha ekstra. Membaca untuk pemahaman terlebih dahulu melihat pra-kondisi sebelum kita membaca buku tersebut seperti tidak paham menuju paham (understanding less to understanding more), maka hal ini perlu usaha aktif dalam membaca, berbeda dengan membaca untuk hiburan atau membaca untuk informasi saja.  Selain itu Adler menyebutkan dua kondisi membaca untuk paham.

Kondisi pertama adalah ketidaksamaan awal dalam pemahaman (intial inequality in understanding), dimana penulis harus “superior” daripada pembaca dan bukunya harus memberikan wawasan yang tidak dimiliki oleh si pembaca, hal ini dikembalikan lagi kepada pembaca untuk memilih buku yang membantunya meningkatkan pemahaman berbeda jika membaca untuk hiburan atau informasi. Dan kondisi kedua, pembaca harus bisa menyeimbangi ketidaksetaraan dengan penulis (reader must be able to overcome this inequality in some degree).

Kondisi ketidaksetaraan ini harus diatasi pembaca dengan membaca lebih aktif, dengan usaha intelektual kita dituntut dari tidak paham menjadi lebih paham.

 

Free Joomla templates by L.THEME